Rabu, 18 April 2012

Aku untuk siapa?

Aku ada
untuk siapa?
ketika sapa pun tak hangat (lagi) untukku
ketika cinta pun t'lah berbalik arah melawanku
ketika rindu yang menyayat ini tak bertuan kepada waktu

Aku ada
nyata
untuk siapa?
ketika mimpi menjadi kelabu...
berirama dengan nyanyian sendu
bersekongkol dengan nyawa yang melayu...

Ukh...
aku (masih) bertanya
aku ada
untuk siapa?

-tyz-

Kamis, 12 April 2012

Cermin.!

Kamu pikir kamu siapa? huh?
Kamu pikir kamu udah sempurna?
Kamu pikir kamu itu yang terbaik?
Kamu pikir kamu udah melakukan yang terbaik?

KAMU PIKIR KAMU SIAPA? HUH????

Liat sekitar.!
Liat temanmu.!
Liat kerjaanmu.!

Apa udah sempurna? huh?
Apa udaH beres? huh?
Apa udah sesuai dengan aturan? huh?

LIAT PAKE MATA KEPALA.!
TURUNKAN KESOMBONGANMU.!
RENDAHKAN HATIMU.!

tapi tolong... bimbinglah Ia...
Ia masih baru, Ia masih belajar, Ia masih butuh tuntunan...
Jangan bodohi ia dengan pengetahuanmu...

Kamis, 05 April 2012

Masih, terajam senyummu....

Aku duduk dan menundukan kepala. Menghayati apapun yang Teh Ika katakan. Didampingi dengan alunan lembut lagu Ayah dari Koes Plus, membuat air mataku tak tertahankan lagi, mengalir membasahi pipiku yang caby dan jatuh di pangkuanku. Terus alunan lembut nada-nada Koes Plus menghantam pertahanan hatiku.

Tangisanku semakin keras, begitu juga dengan kawan-kawanku sejawat. Suara tangis mewarnai sore ini. Sementara itu Teh Ika masih semangat menampar kami dengan aksaranya yang halus. Dinginnya air conditioner tak lagi aku rasakan. Tubuhku bergetar, nafasku sesak. Namun hatiku terus terajam dengan rindu.

Alunan Koes Plus berganti dengan senandung lagu Ibu dari Melly Goeslaw. Fikiranku melayang jauh. Teringat pada pertengkaran-pertengkaran yang pernah aku alami dengan mama. Perbedaan pendapat yang tanpa sadar membuatnya terluka, sikapku yang selalu tanpa sadar menyalahkannya dan membuatnya terluka. Aku sungguh tak menyadarinya.


Mama, Ayah... alunan lagu ini terus mengusik hatiku. Rindu aku melihat senyumu Ayah, Mama. Rinduku melihat tawamu, melihat pancaran kebanggaan akan anakmu dari sorot matamu yang lembut, Ayah, Mama.

Ketika teh Ika membimbingku untuk berdiri, menyalami dan memelukku dengan hangat. Tangisku pecah. Bagai anak kecil yang kehilangan mainannya. Seperti aku, yang sedang jauh darimu dan merasa kehilangan senyumanmu. Hatiku membeku, lidahku kelu dan bahkan tiba-tiba saja lantai yang ku pijak ini tak lagi terasa dingin. Aku merindumu Ayah. Aku merindumu Mama. Simpankan senyum banggamu untuk anakmu yang akan terus mencintaimu.