Rabu, 28 November 2012

Oh Baiklah.... ini belum saatnya.!

Hei guys,

Masih ingatkah dengan kata-kata pepatah "Banyak jalan menuju Roma". That's right guys, emang banyak banget jalan menuju kota Roma tersebut. Mau melewati jalan udara, jalan darat atau mungkin mau berenang? Sok aja silahkan. Banyak jalan untuk menuju kota tersebut. Itu adalah sebuah kota yang indah kan? Kota terbesar di Itali itu benar-benar menggiurkan untuk dijelajahi setiap inchi-nya.

Well, Italia itu terlalu jauh guys. Jangankan Italia, yang deket aja aku belum tentu bisa menginjaknya apalagi menjelajahinya. Hahahaa

Sudahlah, kali ini aku sedang belajar untuk ikhlas. Mengikhlaskan apa yang menjadi rencana (dan keinginanku) hancur berkeping-keping karena aku sendiri. Aku ga akan menyalahkan siapa-siapa. Tapi aku menyalahkan diriku sendiri. Yah, karena aku yang memiliki keinginan besar (dan ke-penatan yang luar biasa) membuat emosiku naik-turun.

Aku merasakan penat yang benar-benar penat sekali. Aku ingin refreshing sejenak dari segala aktifitas yang lumayan menjenuhkan. Oh... okey, kali ini aku mengalami kebosanan yang amat sangat bosan. Dan aku membutuhkan sesuatu hal yang lain yang bisa me-refresh semuanya. Ah, entahlah apa itu...

Hmmmm, namun sayangnya, Allah belum mengijinkan aku untuk bersenang-senang dan melepas penat kali ini. Ya, mungkin aku musti bersyukur seperti yang dikatakan oleh ibuku. Kali ini aku hidup dikota wisata yang memiliki udara sejuk, dan merupakan bagian dari kota wisata. (Meskipun aku ga merasa untuk bisa berwisata disini). Hahahaaa

Oh baiklah Tyas, terima saja ini belum saatnya kau melepas lelah dan penatmu.

Dan untuk kalian teman-temanku. Liska, Mb Ian, Mb Laily dan yang lainnya. Maaf ya, emosiku kali ini sedang tidak bisa dikontrol. Masih butuh waktu sendiri untuk menenangkan gempa dihati. *Halah*

Tapi, aku harap kalian bisa mengerti aku saat ini. Heheheee

Maaf ya guys....


*pis* :D

Sabtu, 10 November 2012

Diam ta' selamanya emas.!

Pennnaaaatttttt bangggeetttt...!!!
Rasanya pengen teriak di tepi laut terus keluarin semua unek-unek aku. Benar-benar mengalami tingat kebosanan yang akut banget dan ketidaknyamanan yang ancur banget.

Aku mulai eneg sama semua kemunafikan yang ada. Rasanya mah pengen marah ama orang, kata-kata itu berjejal untuk keluar. Tapi aku ga tau musti ngeluarin ke siapa. Kerjaan disini makin random.

Kayaknya aku mah ga perlu cerita sedetailnya apa yang terjadi deh. Ga ada gunanya juga. Cuman dada ini rasanya naik-turun kalau ternyata ada kemunafikan yang beredar.

Jujur aku bertahan disini, jauh dari orangtua bukan karena keinginan. Tapi karena keharusan. Iya, harus bertahan disini untuk satu dan lain hal. Meskipun kenyamanan itu hilang, meskipun sekarang keadaan dengan berbeda dengan yang dulu, it's fine.!!!

Aku ga masalah mau dipimpin siapapun. Mau dia lebih muda dari aku, lebih tua atau anak bau kencur. It's oke.! Ga masalah. Hanya saja, komunikasi yang harus terus berjalan. Masing-masing dari isi kepala orang-orang yang disini itu berbeda-beda. Kalau ga di komunikasiin bagaimana bisa mengerti satu dengan yang lainnya.

Masing-masing punya keinginan begini dan begitu. Masing-masing punya masalah ini dan itu. Masing-masing punya niat dan pemikiran yang berbeda. Tanpa komunikasi, kita berjalan seperti robot.!

Kita tak bisa egois untuk menuntut orang-orang mengerti keadaan dan kondisi kita apalagi tanpa komunikasi. Sepertinya ga cukup hanya dikatakan saja aku begini dan aku begitu dan orang lain harus mengerti karena aku yang begini dan yang begitu. Bullshit.!

Kita harus saling mengerti satu dengan yang lainnya. Harus saling membuka hati untuk yang terjadi antara keinginan dan kenyataan. Bukan menuntut untuk mengerti dan mengerti.

Ahhh, entahlah....

Yang jelas, hidup di dunia ini ga sendirian. Buat temen-temen seperjuangan juga please jangan egois. Kita itu saling membutuhkan jadi alangkah lebih baik kalau kita hempaskan egois kita dan mari membuka lembaran baru.

Diam itu ta' selamanya emas, namun terlalu banyak bicara juga ta' membuatmu terlihat cerdas.

Sekian.

Kamis, 26 Juli 2012

Pengecut.!

“Hai Q...” sapaku ramah pada laki-laki jangkung yang sedang berdiri di halte bis dan sibuk dengan BB-nya.

“Hoi... gimana kelas kamu? Asyik ga?” tanyanya tanpa lepas dari BB yang ada ditangannya.

Huh... pasti deh ga bisa lepas dari BB nya... pikirku dongkol.

“Asyik dari Hongkong..!! Temen kamu itu nyebelin banget tau...!!”

“Nyebelin gimana?” ujarnya kali ini ia berpaling dari BB nya dan menatap mataku. Cless... seperti ada embun yang mengalir di hatiku. Berdebar pula namun aku berusaha untuk biasa.

“Iya nyebelin pokoknya..!!” jawabku sambil berpaling. Ia duduk dengan rasa tertarik yang tinggi duduk di sebelahku dan menarikku.

“Nyebelin gimana sih Re? Emang Depe ngapain kamu?”

“Errrr.... enggak ngapa-ngapain sih. Tapi dia kalo ngajar overacting banget. Terutama matanya itu lhoo... dia suka banget maen mata sama aku. Sampai merinding aku...” ujarku kalem. Q tertawa melihat reaksiku yang mungkin agak sedikit berlebih.

“Kenapa tertawa?” tanyaku. Namun ia tetap tak bisa berhenti tertawa.

“Aaahhh sudahlah, cerita sama kamu itu sama aja kayak cerita sama tembok.!” Ujarku kesal sambil bangkit dari tempat duduk. Belum sampai kakiku melangkah Q memegang tanganku dan menahanku pergi.

“Iya yaa... jangan ngambek gitu donk Re. Hehehee... cuman lucu aja...” aku masih manyun.

“Kenapa sih aku ga masuk ke kelas kamu aja Q? Kelas kamu kayaknya lebih asik daripada temen kamu itu?”

“Jangan donk... kalo kamu masuk kelas aku bisa repot nanti...malah tambah kacau kalo ada kamu Re...” ujarnya sambil tertawa. Sementara itu aku masih belum bisa menenangkan hatiku yang terus berdegup kencang.

***

“Adik kau itu manis pisan...” ujar Depe kepadaku disela-sela makan siangku.

“Adikku yang mana?” tanyaku pura-pura tak mengerti.

“Adik kau yang masuk kelas aku itu...”

“Dia bukan adikku.!” Jawabku pendek.

“Ahh... siapapunlah itu¸ dia manis banget dimata aku. Tau ga kau?? Hatiku seperti sudah tercuri olehnya. Ahh... maling kecil adik kau itu...” ujarnya berapi-api.
Dia juga udah mencuri hatiku tolol. Hanya saja aku tak berani mengungkapkannya...

“Hei... kau kenapa bengong begitu? Makanlah... keburu makanan kau dingin itu...”

“Aahhh... berisik kau... pergilah sana.!” Pintaku yang sebenarnya ditujukan kepada galau di hatiku. Aihh... hatiku benar-benar terasa tertusuk timah panas. Bagaimana ini aku menenangkannya. Entahlah.

***

“Q, kamu sudah mantap dengan pilihan kamu?” tanya Bunda kepadaku sambil melihatku yang tengah asik sibuk dengan tumpukan pakaianku.

“Iya Bunda, ini udah menjadi pilihan Q. Bunda baik-baik disini yaa...” jawabku sambil memeluk Bunda.

“Iya, Bunda tahu ini pilihan kamu. Tapi bagaimana dengan Re? Apa kamu ga mau memberi tahunya?”

“Untuk apa Bunda? Disampingnya sekarang sudah ada Depe. Aku ga mau mengganggu kebahagiaannya...”

“Memangnya kamu yakin Re bahagia? Memangnya mereka sudah bersama?

“Depe cerita kalau ia sudah menyatakan perasaannya...”

“Lalu jawaban Re bagaimana?”

“Aku yakin, Re pasti menerimanya Bunda. Depe bisa membuatnya bahagia. Dibandingkan aku Bunda...”

“Akh... kamu terlalu banyak berfikir Q. Kapan pesawatmu akan terbang?”

“Besok sore Bunda, Bunda ga usah mengantarkan aku. Nanti bunda capek. Q berangkat sendiri saja ya...” ucapku tenang namun sebenarnya dihatiku benar-benar tertimbun kekecewaan yang besar. Iya, kecewa pada diriku sendiri karena kepengecutanku ini yang akhirnya membawaku pada sebuah kekalahan.

***

“Re....”

“Apa Ma?”

“Kamu ga main sama Q?” tanya ibuku santai.

“Enggak ma. Q sibuk banget katanya. Kenapa ma?”

“Enggak apa-apa. Aneh aja udah lama Q ga maen kesini?”

“Tau ma... sibuknya kebangetan dia ma.”

“Lalu laki-laki yang datang kemaren itu, pacar kamu Re?”

“Hah?? Yang mana ma?”

“Yang naek motor berisik banget itu lho... apa itu pacar kamu?” tanya mama penuh
selidik. Aku mencoba kembali mengingat-ingat.

“Ohh... Depe... bukan ma. Dia fans Re ma, tapi Re ga suka sama dia...”

“Oohh, kalo gitu Re suka sama siapa?” tanya mama sambil menkmati teh tariknya.

“Kenapa mama tiba-tiba tanya begitu?”

“Ya mama pengen tau aja. Umur kamu makin tua, tapi kamu ga ada pacar. Mama kan jadi kawatir...”

“Ikh... mama... ntar kalo udah waktunya juga aku punya kok...”

“Kalo sama Q gimana?”

“Ada apa sama Q ma?”

“Apa kamu suka sama Q?”

“Suka??”

“Iya...”

“Kenapa mama tanya seperti itu?”

“Karena mama ga pingin kamu menyesal...”

“Menyesal? Kenapa?”

“Karena Q sore ini berangkat ke Singapur untuk tes masternya disana. Entah kapan dia kembali ke Indonesia.”

“Apa????” teriakku terkejut.

“Q ke Singapur dan aku ga tau? Teman macam apa dia?” umpatku kesal dan menghembuskan nafas dengan kesal.

“Mama tau kamu sangat menyukai Q, selama ini kamu hanya bisa diam dan memperhatikan dia saja. Jadi susul saja dia kesana. Kemaren Bundanya Q telpon mama dan mengatakan semuanya. Q sangat mencintaimu namun karena ia terlalu pengecut ia memilih untuk pergi.”

“Enggak.... Re ga akan pergi. Q yang pengecut. Re ga akan mengalah untuk Q ma.” Ujarku mantap sambil pikiranku melayang entah kemana.
Maaf Q, aku menyukaimu namun aku tak bisa jika kamu meninggalkan aku seperti ini.

***

Kamis, 03 Mei 2012

Ketika SEMANGATmu mulai pudar...

Notes ini aku dedikasikan kepada teman-teman aku yang sedang merantau, yang sedang mengumpulkan semangat yang tercecer, yang sedang berjuang untuk menuntaskan kewajiban dan yang sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan hidup.

Aku, disini, yang jauh dari orangtua, jauh dari 'zona aman'ku sedang merasakan frustasi dan semangat yang turun. Aku merasa lelah untuk menjalani hidup ini. Ya... aku lelah.! Rasanya aku ingin meminta kepada penguasa bum untuk menghentikan hidupku. Aku benar-benar merasa lelah dan tertekan.

Menangis....
hanya itu yang aku bisa lakukan....

Lalu, aku berfikir... bahwa hidup tidak akan melunak kepadaku jika aku menjadi rapuh dan lemah seperti ini.

Ada seorang teman, yang dengan senang hati bercerita tentang kisahnya. Bagaimana ia menjalani hidup. Dari satu tempat ke tempat lainnya. Bagaimana ia dipindah dari satu pulau ke pulau lainnya. Ia jauh dari siapapun tapi ia begitu semangat.

Ia memberikan semangatnya melalui aksaranya yang halus dan senyuman yang hangat.

Aku ingin sekali memiliki semangat seperti ia. Yang mengantarkan ia menjadi sosok pria dewasa dengan pemikiran yang benar-benar dewasa. Awalnya aku salah menilai ia, tapi menurutku ia benar-benar menjadi pria yang matang. Seandainya tidak ada halangan, aku pasti tidak akan menolak pinangannya.

Ia bercerita bahwa ia memiliki cita-cita untuk bekerja di tambang. See, tambang adala pekerjaan yang menjanjikan. Ia memiliki cita-cita itu sejak ia masih duduk di SMA. Setelah ia lulus SMA ia pun memilih kuliah dijurusan teknik sesuai dengan cita-citanya. Setelah ia lulus kuliah ia melanjutkan kerja. Kerjanya pun tidak langsung instan menjadi pegawai tambang. Namun ia melewati proses yang lumayan panjang. Dari awal dia kerja menjadi customer service di sebuah perusahaan taksi, lalu pindah kepabrik dari satu pabrik ke pabrik lainnya, pindah lagi di kontraktor, pindah lagi ke proyek-proyek lainnya hingga sekarang ia mampu mendapatkan cita-citanya menjadi pegawai tambang.

Itu bukanlah proses yang mudah. Sungguh.... aku merasakannya....

Saat ini, aku menyadari apa yang aku hadapi adalah sebuah proses yang panjang. Yang jika aku memang bersungguh-sungguh dan percaya kepada Tuhan-ku insyaallah akan menjadi hasil yang baik.

Aku memiliki sebuah cita-cita, namun aku sadar sepenuh hati bahwa aku tak akan mencapai cita-cita ku TANPA melalui proses yang panjang (dan kadang menyakitkan).

Aku tidak ingin tunduk kepada dunia, namun aku ingin menghadapi dunia dengan dada yang busung dan kepala yang tegak.

Terimakasih kepada dia yang telah mengingatkanku tentang proses dan mengingatkanku untuk tetap kuat menghadapi dunia.

Bismillah....,


Ingatlah kawan tentang cerita ini, ketika semangatmu mulai pudar....



-tyz-

Rabu, 18 April 2012

Aku untuk siapa?

Aku ada
untuk siapa?
ketika sapa pun tak hangat (lagi) untukku
ketika cinta pun t'lah berbalik arah melawanku
ketika rindu yang menyayat ini tak bertuan kepada waktu

Aku ada
nyata
untuk siapa?
ketika mimpi menjadi kelabu...
berirama dengan nyanyian sendu
bersekongkol dengan nyawa yang melayu...

Ukh...
aku (masih) bertanya
aku ada
untuk siapa?

-tyz-

Kamis, 12 April 2012

Cermin.!

Kamu pikir kamu siapa? huh?
Kamu pikir kamu udah sempurna?
Kamu pikir kamu itu yang terbaik?
Kamu pikir kamu udah melakukan yang terbaik?

KAMU PIKIR KAMU SIAPA? HUH????

Liat sekitar.!
Liat temanmu.!
Liat kerjaanmu.!

Apa udah sempurna? huh?
Apa udaH beres? huh?
Apa udah sesuai dengan aturan? huh?

LIAT PAKE MATA KEPALA.!
TURUNKAN KESOMBONGANMU.!
RENDAHKAN HATIMU.!

tapi tolong... bimbinglah Ia...
Ia masih baru, Ia masih belajar, Ia masih butuh tuntunan...
Jangan bodohi ia dengan pengetahuanmu...

Kamis, 05 April 2012

Masih, terajam senyummu....

Aku duduk dan menundukan kepala. Menghayati apapun yang Teh Ika katakan. Didampingi dengan alunan lembut lagu Ayah dari Koes Plus, membuat air mataku tak tertahankan lagi, mengalir membasahi pipiku yang caby dan jatuh di pangkuanku. Terus alunan lembut nada-nada Koes Plus menghantam pertahanan hatiku.

Tangisanku semakin keras, begitu juga dengan kawan-kawanku sejawat. Suara tangis mewarnai sore ini. Sementara itu Teh Ika masih semangat menampar kami dengan aksaranya yang halus. Dinginnya air conditioner tak lagi aku rasakan. Tubuhku bergetar, nafasku sesak. Namun hatiku terus terajam dengan rindu.

Alunan Koes Plus berganti dengan senandung lagu Ibu dari Melly Goeslaw. Fikiranku melayang jauh. Teringat pada pertengkaran-pertengkaran yang pernah aku alami dengan mama. Perbedaan pendapat yang tanpa sadar membuatnya terluka, sikapku yang selalu tanpa sadar menyalahkannya dan membuatnya terluka. Aku sungguh tak menyadarinya.


Mama, Ayah... alunan lagu ini terus mengusik hatiku. Rindu aku melihat senyumu Ayah, Mama. Rinduku melihat tawamu, melihat pancaran kebanggaan akan anakmu dari sorot matamu yang lembut, Ayah, Mama.

Ketika teh Ika membimbingku untuk berdiri, menyalami dan memelukku dengan hangat. Tangisku pecah. Bagai anak kecil yang kehilangan mainannya. Seperti aku, yang sedang jauh darimu dan merasa kehilangan senyumanmu. Hatiku membeku, lidahku kelu dan bahkan tiba-tiba saja lantai yang ku pijak ini tak lagi terasa dingin. Aku merindumu Ayah. Aku merindumu Mama. Simpankan senyum banggamu untuk anakmu yang akan terus mencintaimu.

Kamis, 22 Maret 2012

Ingatlah, ini perjalanan kita..


“Ini ransum makanan udah siap semua?” tanya Akbar kepada team kami. Aku kembali mengecek barang bawaan yang telah kami siapkan. Meskipun ini bukan perjalanan yang terlalu panjang, namun penjelajahan ini benar-benar akan menguras tenaga kami.
“Kayaknya udah beres Bos,” jawabku kalem. Fuddin melemparkan kemejanya kearahku seraya berkata, “pake kemeja itu, aku ga suka kamu pake baju yang ngeliatin bentuk tubuhmu.!” Aku menerimanya dengan manyun. Memang aku hanya menggunakan tank top yang lumayan ketat dan celana pendek se lutut. Bukan apa-apa, karena ini penjelajahan aku hanya ingin menggunakan baju yang simple.
Emangnya menjelajahi hutan mesti pake rok sama baju yang besar-besar? Yang ada aku jatuh mulu. Gumamku tak jelas. Sementara itu Fuddin, Remi dan Akbar berdiskusi menjauh dariku.
“Neng, kamu udah siapin semua kan ransum makannya?” Ucap Vindy teman baikku yang ikut serta dalam penjelajahan ini.
“Insyaallah udah. Remi juga udah beli macem-macem tadi dipasar Boja.”
“Oke, ayo semua kumpul disini. Fuddin, Remi, Vindy, dan Fara. Sebelum kita memulai menjelajahi hutan ini, lebih baik kita berdoa dulu menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa mulai.!” Pimpin Akbar.
“Selesai.!”
“Semangat team…!!!” teriak Akbar pemimpin kami yang disambut dengan tepukan meriah.
Masing-masing orang membawa 1 ransel. Sebagian ransum makanan ada di ranselku sebagian lagi ada diransel Vindy -mengingat hanya kami berdua yang berstatus cewek- akhirnya kami membagi dua. Ransel Fuddin dan Remi berisi perlengkapan untuk menjelajahi ini. Ada kompas, tali, pisau lipat dan sebagainya. Sebenarnya ini bukan perjalanan yang besar, namun karena tempat ini masih benar-benar “asli” dan alami kami menyiapkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi.
Ini adalah perjalanan kesekian kami. Kami biasa berkumpul juga karena kami menemukan tempat-tempat yang masih alami dan ada sesuatu hal yang menarik disana. Curug Lawe. Ya, Curug Lawe, pertama kali kami mengetahuinya ketika Bram dan teamnya tersesat disekitar hutan-hutan disini lalu menemukan air terjun itu. Awalnya mereka tidak tau apa nama air terjun ini hingga mereka akhirnya menemukan perkampungan warga dan cerita tentang air terjun itu. Karena penasaran, Akbar mengajak kami untuk menjelajahi hutan dan mencari curug itu.
Kami memarkir motor di perkampungan yang sempit. Aku juga tak tahu apa nama perkampungan itu. Namun setelah mendapat pengarahan dari Pak Broto warga setempat, kami sedikit mengerti. Setelah briefing kami berlima segera menggendong ransel dan berangkat. Perjalanan dimulai dengan tanjakan dari perkampungan menuju bukit entah apa namanya. Melewati sawah dan ada seorang bapak-bapak yang sedang memandikan sapi tidak jauh dari situ. Tanjakan ini lumayan terjal dan sempit. Mungkin hanya pengendara sepeda motor yang nekat yang berani melewati ini. Diujung tanjakan ini kami dikejutkan oleh pemakaman umum. Ya, ternyata disini ada pemakaman umum. Sejenak kami terdiam dan ‘permisi’ untuk penghuni disitu.
Akbar yang terus memimpin kami menginsyaratkan untuk melanjutkan perjalanan. Akbar didepan, Vindy, Remi, Aku dan terakhir ada Fuddin. Jalan yang kami lalui berupa jalan setapak. Sempit dan masih berupa tanah dan rumput liar. Tidak berapa lama kemudian kami menemukan padang rumput yang benar-benar hijau dan enak dipandang. Tak jauh dari situ ada aliran air yang digunakan untuk PLTA. Mungkin air dari Curug Lawe yang digunakan, fikirku.
“Foto dulu yok…!” ajak Remi sambil mengaktifkan kamera DSLRnya. Aku siap berpose bersama dengan lainnya. Fuddin tiba-tiba menggenggam tanganku, aku memandangnya dengan kaget dan takjub. Begitu juga dengan Vindy namun Akbar terlihat biasa saja. Well, Fuddin adalah orang yang paling anti megang tangan cewek kalo ga dalam keadaan ‘darurat’ saja. Ini aneh… fikirku.
Setelah berfoto sejenak, kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan ini disambut dengan pohon-pohon perdu namun berbuah. Lagi-lagi aku tak tahu apa nama buah itu. Bodohnya aku. Setelah itu, ada sebuah tanda yang dibuat dari potongan papan yang menunjukan petunjuk jalan menuju Curug Lawe. Petunjuk itu mengarahkan untuk turun dan mulai masuk hutan. Disini perasaanku mulai was-was. Karena jalan untuk turun saja sudah terlihat gelap, dalam dan licin. Pelan-pelan Akbar memimpin kami untuk turun dibantu dengan Remi dan Fuddin yang menjagaku dari belakang.
Yap, begitu kami turun disambut dengan suara jangkrik dan lembab. Terus kami mengikuti jalan yang menuntuk kami terus turun ke dalam hutan. Sepatuku yang berwarna putih sudah mulai kusam karena tanah yang basah.
“Bar, depan itu ada jalan setapak. Lewat situ kali Bar,” ujar Remi sambil menunjuk jalan setapak. Mungkin lebih tepatnya itu adalah ujung tebing. Karena disebelah kanan kami ada aliran air seperti kalen dan sebelah kiri ada jurang, melihatnya saja sudah cukup membuat aku merinding. Fuddin mendekat kearahku dan memegang bahuku. Mungkin mencoba menenangkan aku yang mulai phobia, sementara Vindy mulai berlari-lari kecil mengikuti jejak Akbar.
Di ujung jalan setapak ini ada sebuah jembatan tua yang dibawahnya ada aliran air juga. Sedikit ragu aku melangkahkan kaki. Takutnya karena saking tuanya jembatan itu rubuh tiba-tiba. Setelah jembatan itu kami melanjutkan perjalanan hingga menemukan sebuah tempat peristirahatan. Bukan pendopo, tapi seperti buk kecil yang ada pipa-pipanya. Mungkin itu sumber dari PLTA nya. Disini kami mulai bisa melihat matahari lagi. Dan membuat badan kami berkeringat sejenak setelah ditekan oleh kelembaban. Sementara Akbar dan Fuddin berkelilingi melihat situasi dan mencari jalan selanjutnya.
“Kayaknya kita harus nyebrang aliran air ini deh, soalnya diseberang situ aku melihat ada tali yang terulur. Kita harus menanjaki tebing itu deh. Gimana? Siap?” tanya Akbar.
“Let’s go.!” Ucapku semangat disambut dengan senyuman mereka. Kali ini posisi dibalik. Fuddin yang memimpin, di belakangnya ada aku, Vindy, Remi dan Akbar. Ini adalah tanjakan yang lumayan tinggi. Tanahnya sama-sama licin ketika kami turun tadi. Menggunakan tali yang terulur tadi kami menaiki tanjakan ini dengan perlahan. Setelah tanjakan ini, disambut lagi dengan kegelapan hutan. Namun, sampai disini jalan setapak mulai bercabang menjadi 3. Fuddin terus melangkahkan kakinya sementara yang lainnya mengekor. Melewati batang pohon yang rubuh dan kerikil-kerikil yang lumayan tajam. Perjalanan ini diwarnai dengan canda tawa kami sehingga kami tidak merasa takut atau lelah. Jalan tapak semakin meluas lalu mengecil lagi hingga kami bertemu dengan aliran air lagi. Kali ini lumayan deras.
“Kayaknya curug nya udah deket deh,” ujar Vindy.
“Maybe,” jawabku.
“Tapi kayaknya kita musti ngelewatin batang kayu ini deh.” Ujar Fuddin sambil melihat batang kayu yang cukup besar dan panjang melintang melintasi aliran air menuju ke seberang hutan. Aku melangkah untuk pertama kalinya menyeberangi batang kayu itu disusul Fuddin dan yang lainnya.
Tiba-tiba saja, BYUURRRRR…!!
Keseimbanganku goyah dan aku terjatuh. Kakiku lumayan sakit namun sebagian bajuku telah basah. Fuddin yang dengan tanggap mau menangkapku pun ikutan jatuh dan basah. Kami hanya tertawa. Akbar dengan sigap langsung mendirikan kami dan mengecek apakah ada yang terluka atau tidak. Kakiku terasa sedikit sakit namun itu bukan masalah yang besar.
Setelah penyeberangan itu kami dihadapi lagi dengan hutan yang semakin gelap dan jalan yang semakin terjal. Jalan setapak perlahan mulai hilang. Kami mencari sendiri jalan setapak untuk menuju curug tersebut. Cukup jauh juga perjalanan yang kami tempuh. Hutan benar-benar setia menemani perjalanan kami. Berkali-kali baik aku, Vindy, Akbar, Remi maupun Fuddin terpeleset di jalan ini. Karena tanah yang basah dan lembab juga karena jalan ini naik dan turun.
Kami tiba di 2 jalan yang berbeda arah. Entah jalan mana yang seharusnya kami pilih. Dengan kepercayaan diri Fuddin memilih salah satu jalan itu tanpa melihat kompas.
Tiba-tiba saja Fuddin teriak, “ARRGGHHHH…!!”. Spontan kami langsung menyusul dan mendapati Fuddin tengah terpeleset dan jatuh menuruni jalan dan melewati batang pohon kecil-kecil. Akbar dengan gesit segera lari dan menjaga dari bawah, aku tanpa pikir panjang menyusul Fuddin ‘terjun’, Remi menyusul Akbar sementara Vindy hanya komat kamit baca mantra.
Fuddin mendarat dengan sukses setelah di halau oleh Akbar dan ditarik oleh Remi. Sedangkan aku melesat melewati Fuddin dan berpegangan di kaki Akbar. Posisi yang konyol. Namun akhirnya semua terhenti. Aku manarik diri dibantu oleh Remi sementara Akbar melihat kondisi Fuddin. Vindy dengan cepat menyusul kami dibawah. Lenganku terasa perih dan kebas. Vindy melihatnya dan ternyata ada sobekan cukup dalam yang mengakibatkan kemeja Fuddin sobek. Sementara Fuddin, kaki-nya penuh lumpur dan baju nya kotor dan ada noda bekas darah, ketika dibuka ternyata punggungnya penuh dengan sayatan kecil.
Setelah beberapa saat istirahat dan mengobati luka, Akbar mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan. Remi menggandeng Fuddin dan Vindy memapahku. Kami melewati aliran air lagi dan membasuh bagian tubuh kami yang kotor dan terluka. Tak jauh dari situ terdengar suara air gemericik. Vindy dengan semangat berteriak, “Lihaaatttttt…!! Kita udah semakin dekat.!”
“Ayok cepat kita kesana.!” Teriak Remi antusias menyusul Vindy dan melupakan Fuddin. Aku bangun dan memapah Fuddin, sementara Akbar terus berjalan melesat bersama Remi dan Vindy.
Memang suara gemericik air sudah terdengar. Mungkin tidak jauh dari sini curug itu berada. Benar saja, setelah belokan yang tertutup tebing dan batu besar yang menghalangi terlihat air terjun yang begitu menjulang tinggi dan deras. Kami semua terpesona. Di sisi air terjun terlihat air terjun kecil-kecil dan sebuah pelangi yang indah. Tidak jauh dari situ ada sebuah batang pohon yang melintang. Vindy dan Remi melepas ransel dan sepatunya disitu dan langsung bermain air. Akbar masih takjub dengan keindahan alam yang ada dihadapannya. Serasa tidak mau melewatkan moment indah itu, ia segera mengambil kamera dan mengabadikannya. Tanpa sadar jemariku dan Fuddin saling bertaut. Melangkah secara bersama mendekati air terjun tersebut. Kami semua tersenyum. Ini adalah keindahan alam yang masih tersembunyi, yang masih alami dan yang masih asli. Suara air terjun, angin yang kencang, dan tawa kami semua berpadu menjadi suatu keindahan alam yang tak tertandingi.

Memoar Curug Lawe
Akhir 2007

Kamis, 15 Maret 2012

Ini, saatnya....

Aku melangkah dengan ringan melalui beberapa orang yang sedang asik berdiskusi tentang suatu hal. Seperti biasanya, aku melayangkan senyum manisku dan menyapa mereka dengan ramah. Tidak ada yang istimewa hari ini, selain jadwalku mengisi acara di sebuah stasiun radio di kotaku yang kecil ini. Siaran favoritku dan yang paling aku tunggu.

Aku memasuki koridor studio dengan langkah kaki yang tertahan dan pelan karena sedang ada rekaman di studio 4 sedangkan aku akan siaran di studio 2. Aku menyapa Pak Hilman, Bu Tike dan Pak Yoga dengan semangat namun sepertinya mereka tak menyadari kedatanganku. Aku pun melanjutkan berjalan menuju studio 2. Sepi. Ruang tamu yang biasa ramai oleh anak-anak magang sore ini terlihat sepi. Hanya terdengar suara radio. Aku melihat kedalam studio, ada mbak Kiki penyiar paling supel menurutku tengah asik bercuap-cuap sendiri. Aku melambaikan tangan kearahnya, namun mungkin karena konsentrasinya yang penuh ia tidak menyadari aku ada.

Aku melihat jam yang menempel didinding dengan manis. Masih jam setengah 4, bearti masih ada setengah jam lagi menunggu fikirku.

Sambil menunggu, aku memperhatikan mbak Kiki siaran dengan wajah yang terlihat seperti dipaksakan tertawa. Meskipun terdengar renyah seperti biasanya, namun wajahnya benar-benar terlihat berbeda dari biasanya.

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Mbak Kiki mengakhiri siarannya dan keluar dari studio. Ia menatapku, aku tersenyum, Ia melangkah terus melewati aku dan mengambil sebuah Aqua gelas dan masuk lagi keruan studio, meninggalkanku. Aku tersenyum dan terus memperhatikan dia. Ia meletakkan Aqua itu di meja seperti biasanya aku menaruh Aqua. Itu Aqua untukku. Aku menyadari itu.

"Baik sahabat kreatif, jumpa lagi dengan Kiki di Bahana Sastra," bukanya sambil memainkan mixernya.

"Hari ini kita mau membahas apa ya?Hmmmm...."

"Sepertinya hari ini cocok banget buat nge-bahas profile dari seorang penulis muda yang bernama Nirmala..."

"Sebelum kita mulai, yang mau kirim puisi boleh kirim ke noor 081325112212." Ucapnya sambil memulai lagu yang berjudul Saat Terakhir dari ST12.

Mbak Kiki melepas earphonenya dan memejamkan mata. Seolah-olah ia sedang menghayati lagu yang ia putar itu. Sedetik kemudian, aku melihat air matanya meleleh dan aku hanya mampu tersenyum.

"Balik lagi barengan Kiki di Bahana Sastra. Ups... ternyata sudah ada beberapa pesan yang masuk nih -- Sore mbak Kiki, kok sendirian aja siarannya, mbak Nirmala kemana?-- " Aku mendengar suaranya tercekat seperti sedang menahan sesuatu.

"Aduh, kemana ya mbak Nirmala yang biasa nemenin aku siaran?" gumamnya.

"Sahabat kreatif, hari ini aku siaran sendirian dan membahas profile dari seorang penulis muda bernama Nirmala. Sahabar kreatif, pagi ini aku mendapat telfon bahwa teman kita yang biasa mendampingi aku saat siaran telah dipanggil Tuhan Yang Maha Esa, mari kita sejenak berdoa memohon kedamaian untuk NIrmala," Kiki mulai sesenggukan. Aku kembali tersenyum, Ini saatku pergi, batinku, surga sudah menanti kedatanganku.


Selasa, 06 Maret 2012

Gathering Launching 'Pertemuan Pertama' #NBC Semarang


Gathering Launching 'Pertemuan Pertama'.



Ada tulisan aku lhooo disini. Dateng yaaa... cuman 15 ribu aja udah dapet makan siang dan PIN NBC Semarang. ^^

Senin, 05 Maret 2012

Kamu, ?

Aku menghapus air mataku. Pagi ini aku menelan air mata diam-diam, karena aku ga ingin mereka tahu tentang kesedihanku. Ini karena aku ga mau membebani mereka dengan tekanan batin yang aku alami. Inilah aku, yang selalu tampak ceria di depan namun sebenarnya di dalam hati aku menangis. Ingin rasanya aku berbagi rasa sedih ini namun aku ga tau harus berbagi dengan siapa.

Jam sudah menunjukan pukul 7 pagi, waktunya mengantar pesanan makanan ke sekolah-sekolah. Aku hanya mengenakan jaket lusuh yang menutupi daster pink dipadu dengan celana panjang. Tanpa mencuci muka setelah menangis, aku menstater motor dan siap menjalankan tugasku.

Di persimpangan jalan, sembari aku melamun berfikir untuk mendapatkan penghasilan yang banyak tanpa bergenit ria aku di kagetkan oleh sebuah motor yang memotong jalanku. Perhatianku terus teralihkan. Aku melihat sosok yang duduk di bangku belakang tanpa menggunakan helm. Merasa kenal dengannya aku mencoba mendekat.

"Nano...!!" panggilku begitu yakin dengan wajah yang aku lihat. Ia menolehkan kepala kekanan dan kekiri. Mungkin mencari sumber suara yang telah memanggilnya.

"Nanooo....!!" panggilku lagi. Kali ini si pengendara motor yang duduk di depan memelankan motornya sehingga aku dapat mensejajari mereka.

"Eh, kamu Win, mau kemana?" ucap Nano langsung mengenaliku. Jelaslah, secara dulu kita adalah musuh bebuyutan ketika masih duduk di bangku SD.

"Mau anter pesenan nih, kamu mau kemana Nan?"

"Habis ambil printer, eh katanya si Pijar mau nikah, kapan?"

"Iya, undangannya udah di aku nih Nan, dateng yaa... nanti kita kumpul-kumpul dulu di SD biar bisa berangkat bareng-bareng,"

"Iya deh, terus masalah kaos gimana?"

"Udah beres, Trias udah atur semuanya. Tinggal yang belum bayar aja. Tolong donk Nan, bantu nagih ke mereka." pintaku sambil terus mensejajari laju motornya.

Tiba-tiba pengendara motor yang duduk didepan membuka kaca helm-nya yang gelap dan menyapaku.

"Win, kamu ga kangen aku?" aku takjub dengan orang yang memanggilku sehingga aku spontan menghentikan motorku dan menatapnya dengan bibir setengah terbuka.

"Win, Hoi...!!" teriak Nano sambil melambaikan tangan di depanku.

"Hahahahaa... kamu kaget ya kenapa aku ada disini?" ujar pengendara motor itu. Aku segera tersadar dari keterkejutanku dan mencoba tersenyum.

"Dimas, kapan pulang? lama tak jumpa..." aku mengulurkan tanganku dan dia membalasnya.

"Matamu semakin besar, habis nangis?"

Aku baru ingat bahwa aku ga sempat mencuci muka setelah menangis. Pasti mukaku kelihatan lusuh dan berantakan ditambah lagi dengan bajuku yang apa adanya. Hanya memakai daster tidur dan jaket lusuh. Oh My God... beginikah pertemuan pertama kami lagi? setelah 4 tahun berpisah?.

"Hahahahaa... enggak DIm, biasa, kerjaan numpuk..." ucapku berdalih.

"Win, ntar sore jalan yuk. Sekalian reuni," ajak Nano, seolah-olah ia tahu bahwa di tatapan mata kami ada rindu disitu. Aku pun segera merasa senang dengan kesempatan itu.

"Iya deh, Dimas ikut kan?"

"Jelaslah, mumpung masih di Indonesia,"

"Emang mau kemana lagi?"

"Aku mau ke Belanda, mengunjungi calon mertuaku." ucapnya enteng. Aku tertegun dengan ucapannya. Setelah itu aku segera berpamitan kepada mereka dan berlalu.

Pagi ini, aku disuguhi secangkir air mata lagi. Dari kamu... Laki-laki masa laluku.

Minggu, 04 Maret 2012

Masa Lalu Mengejar Cinta

Cuy, aku mau bikin surprise ke dia nih. Hari ini dia pulang ke Bandung, dia minta aku untuk nganter dia pulang, tapi aku bilang kalau aku ga bisa. Padahal sebenernya aku udah nongkrong di terminal dari jam 2 tadi dan mau anter dia sampai Bandung. What do you think about that?

Sebuah pesan singkat yang aku kirim ke seorang kawanku Malya benar-benar membuatku sedikit mengurangi keteganganku. Aku sudah berdiri disini hapir 2 jam untuk menunggu sesosok orang yang masih aku cintai hingga saat ini. Namun, entah bagaimana aku merasa bingung dan bodoh untuk mengejarnya. Untuk itulah aku membutuhkan sesosok Malya untuk menuntunku yang sedang bingung dengan urusan ini.

Motor sudah aku parkir di tempat parkir 24 jam. Aku sudah siap untuk memberinya kejutan. Namun, hingga saat ini belum juga dia menunjukkan batang hidungnya. Aku kembali mengecek handphoneku berharap Malya membalas sms dan memberikanku semangat. Aku juga mengecek Blackberry messengerku berharap ia membalas BBM ku dan aku bisa mengetahui dimana keberadaannya sekarang.

Jam sudah menunjukan pukul 4 sore lebih sedikit. Aku masih setia menanti kehadirannya.

Yaudah Bar, SEMANGAT yaa... be positive thinking ya..!!

Pesan singkat dari Malya cukup menghibur aku yang mulai resah karena menunggu kedatangannya Ariani.

Kang, C udah di terminal.

BBM pun masuk dari Ariani. Spontan aku berdiri dan memasang mata di segala penjuru. Berharap menemukan sosok Ariani yang kecil, mungil namun manis. Hatiku semakin berdebar ga karuan. Ini adalah harapanku terakhir untuk bisa kembali padanya.

Aku teringat pertemuan kemarin ketika ia datang ke rumah untuk bersilahturahmi dengan Ibu dan Bapak. Kita berempat duduk di taman belakang sambil minum kopi dan membicarakan apapun yang terlintas di benak kita. Sangat kental dan berasa ia masih menjadi milikku. Seperti kita sudah menjadi satu keluarga yang utuh. Aku memandangi wajahnya yang makin ayu tanpa polesan bedak dan senyumnya yang terus mengembang.

Kita membicarakan tentang kelahiran ponakannya yang pertama tepat di hari ulang tahunku 13 Agustus. Ya, ketika itu ia meneleponku dengan panik. Ia mengatakan bahwa kakaknya sudah masuk rumah sakit dan dia sendirian karena orangtua berada di Tasik. Aku pun segera melarikan motorku ke rumah sakit yang di tuju. Padahal ketika itu jam menunjukan pukul 11 malam. Aku ga peduli dengan waktu dan segera berangkat untuk menemaninya. Begitu sampai aku spontan memeluknya dan ia menangis di pelukanku. Saat itu ia masih milikku. Dan, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi tepat pukul 1 dini hari. yang artinya 1 jam di tanggal 13 Agustus.

Kenangan itu terus berkelebat selama aku memandang berkeliling untuk mencari sosok Ariani. Hingga satu per satu bis yang ada mulai meninggalkan terminal bersamaan dengan sebuah BBM yang masuk di Blackberryku.

Kang, C udah berangkat. Terimakasih ya kang, C seneng udah bisa ketemu akang lagi.

Aku merasakan kakiku melemas begitu membaca pesan itu. Segera aku meneleponnya sambil berlari ke tempat dimana aku memarkirkan motor aku. Aku menyelipkan handphoneku di sela-sela helm yang menghimpit kepalaku. Aku menstater motorku dengan perasaan panik. Aku takut untuk ga bertemu dengannya lagi.

'C, dimana?' tanyaku begitu telpon diangkat. Aku mendengar suaranya dari seberang sana dengan intonasi suara yang terdengar sedih. Aku terus meliuk-liukan sepeda motor, berusaha mengejarnya. Aku ga mau menyerah dengan keadaan.

Aku melihat beberapa bis masuk ke jalan tol. Rasa panikku semakin memuncak, jika bis yang ia tumpangi udah masuk jalan tol otomatis aku ga bisa lagi mengejarnya.

'C, bis udang sampai mana?' aku bertanya dengan cepat, aku ga bisa mendengar jawabannya dengan jelas karena kebisingan jalan. Tiba-tiba saja sebuah bis berjalan lambat dan menepi. Aku pun ikut menepi, berharap itu adalah bis yang ia tumpangi.

'Akangg...!!!' teriak suara dari seorang wanita yang sudah familiar di telngaku.

'C, ya Allah..."

'Akang kenapa bisa sampai sini?' tanyanya heran sambil melihatku yang aku tau pasti terlihat kucel karena panik yang sangat.

'Akang pengen ketemu C, C akang....'

'Eh iya kang, C lupa ngasih ini' ujar C memutus pembicaraanku sambil mengeluarkan sebuah undangan dan menyerahkannya kepadaku.

'Ini undangan sebenernya kemarin C mau kasih, tapi lupa karena keasikan ngobrol,' aku memandang kaku kearah undangan itu yang telah berpindah ketanganku. Aku tertegun dan benar-benar terasa lemas.

'Kang, C masuk bis lagi yaa.... mohon doa restunya ya kang....' tanpa menunggu jawabanku ia berlari masuk ke bis lagi dan meninggalkan aku yang masih terpaku dengan sebuah undangan yang bertuliskan 'Undangan Pernikahan Ariani dan Bagas'.

Senin, 20 Februari 2012

Hanya ingin kau tahu....

Jatuh cinta itu indah...
Jangan kau takut jatuh cinta...
Ku ingin kau jatuh cinta lagi,
rasakan semua yang terjadi...


Lagu itu terus berdendang merdu di telingaku melalui headphone. Ya, aku sedang jatuh cinta. Tapi entah apakah ia mengetahuinya bahwa aku telah jatuh kedalam hatinya... Hmmm... tidak tidak... tapi hatiku yang jatuh kepadanya, tanpa dia tau dan dia sadari.

Jatuh cinta membuat orang mudah galau dan mudah senang. Hanya pesan singkat yang mampir dalam handphoneku dari dia namun sanggup membuat hatiku membuncah dan senang. Padahal, pesan singkat itu hanya berisi 'Aku mau ngembalikan tas kemaren'.

Tiba-tiba pintu kamarku dibuka pelan. Aku yang masih menikmati dendangan lagu-lagu di headphone hanya menjulurkan kepala sejenak lalu kembali tenggelam dengan lagu-lagu cinta yang diputer.

"Aya, ngapain kamu?"

Aku melepas headphoneku dengan enggan.

"Engggak lagi ngapa-ngapain kok. Kamu ngapain kesini?" tanyaku setengah jutek ke Ikrar, teman sepermainanku ketika kecil.

"Jutek banget sih, kenapa sih kamu? kok jadi galau gini?" Aku kembali memasang headphoneku dengan cuek dan tenggelam lagi dalam alunan lagu-lagu cinta.

Lucky i'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again


Yap, aku jatuh cinta dengan temanku. Aku tau ini adalah hal bodoh yang pernah aku lakukan. Karena sebelumnya aku juga pernah jatuh cinta. Tepatnya seseorang telah jatuh cinta padaku dan itu adalah sahabatku sendiri, aku benar-benar terpukul dengan kenyataan bahwa sahabatku -tempat aku bercerita- ternyata memiliki perasaan kepadaku dan ia menginginkan aku untuk menjadi pacarnya, dan aku menerimanya.

Namun, hubungan itu tidak berjalan lurus. 2 tahun kemudian aku menerima undangan pernikahan mantan pacarku sekaligus mungkin mantan sahabatku yang akan menikah dengan wanita lain. Sejak itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak jatuh cinta kepada teman dekat atau sahabatku sendiri.

Tapi, cinta memang menyapa siapa saja dan itu termasuk aku. Aku mengenalnya sejak duduk dibangku SMA, dia adalah pacar dari teman sebangkuku. Jadi, otomatis aku tau dan kenal dia. Bahkan, hampir setiap hari aku menjadi 'tempat sampah' teman sebangkuku. Namun, hanya sebatas itu saja. Selanjutnya, aku juga ga pernah ngobrol secara pribadi dengan dia, hingga kelulusan pun keadaan tetap seperti itu. Ia pacar teman sebangkuku dan kita ga punya hubungan apa-apa.

Tuhan memiliki rencana lain, aku dipertemukan kembali oleh dia di bangku kuliah. Kita 1 kelas namun kita juga tidak semakin dekat. Kita hanya saling menyapa jika bertemu namun tidak ada hal yang spesial. Hingga tahun-tahun terakhir di bangku kuliah kita semakin akrab dan dekat. Lalu, aku baru mengetahuinya bahwa dia sudah putus lama dengan teman sebangkuku.

Aku menganggap ini adalah pertemanan yang biasa, mengingat janjiku pada diriku sendiri untuk tidak jatuh cinta pada teman sendri terlebih kepada teman dekat yang selalu ubyang ubyung bareng. Dan, ketika kelulusan datang cinta menyapaku dalam diam. Cinta menyapaku dalam balutan baju kebaya dan toga. Hingga saat ini 1 tahun telah berlalu, namun tetap belum juga cinta ini terungkap. 1 tahun lamanya aku memendam cinta ini, namun ia tetap dengan dunianya sendiri.

"Ya...kamu kenapa sih?" Ikrar lagi-lagi mengganggu lamunanku.

"Hmmm?"

"Cerita donk Ya, biasanya juga cerita..." pinta Ikrar halus. Aku melepad headphoneku dan duduk disampingnya.

"Aku bingung Krar, aku pernah kan cerita sma kamu tentang Ikbal? temenku yang waktu itu pernah aku kenalin ke kamu?"

"Oh iya, Kenapa sama dia? kamu suka sama dia?" pertanyaan Ikrar tepat menusuk hati. Aku hanya diam seribu bahasa. Tanpa jawaban pun aku yakin Ikrar tau bagaimana hatiku bicara.

"Terus gimana Ya?"

"Ga gimana-gimana Krar, ini cuman perasaan sepihak aja."

"Emangnya kamu tau perasaan dia Ya?"

"Enggak, tapi aku yakin kok di hatinya itu ga pernah ada aku.."

"Dapet keyakinan darimana?"

"Karena aku bukan tipe ceweknya Ikrar...tipe ceweknya itu cantik, langsing dan putih. Beda banget sama aku Krar..." jawabku putus asa.

"Hmmm...tau darimana tipe ceweknya kayak gitu?"

"Bukannya kebanyakan cowok itu nyari cewek yang cantik, seksi, langsing dan putih ya Krar? kamu juga kan nyari cewek kayak gitu?" tanyaku telak.

"Enggak gitu juga kali Ya...aku mah nyari cewek yang sholeha, baik hati dan manis."

"Itu kan kamu, bukan dia"

"Hasyaahh...yaudah terus maunya gimana?"

"Mauku?? aku cuman pingin dia tahu gimana perasaanku aja Krar, meskipun dia ga punya perasaan ke aku, cukup dia tau itu udah cukup banget buat aku Krar..." ucapku lirih. Ikrar manggut-manggut mengerti.

***

Rabu, 15 Februari 2012

Cinderela Sehari

"Udah siap Q?" tanya Eza padaku. Aku mengangguk mantap dan segera naik ke sedel motornya.

"Hati-hati ya..." pintaku sambil merangkul tas pinggangnya. Ia menutup kaca helmnya dan segera menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.

Aku tersenyum senang duduk dibelakang Eza dan merangkul tas pinggang kesayangannya. Hari ini aku ada janji untuk mengisi acara di salah satu radio swasta di kotaku dan Eza dengan senang hati mau mengantarkan aku. Padahal biasanya ia suka sibuk dengan urusannya sendiri. Yap, aku mulai hari ini mengisi acara tentang dunia tulis karena beberapa waktu lalu buku tentang kumpulan cerpenku telah beredar di beberapa toko buku.

Setelah meliuk-liuk dengan gesitnya -mengingat sepanjang jalan selalu macet karena adanya pembangunan jalan- akhirnya sampai juga di radio tempat aku akan bersiaran. Dengan enggan aku turun dari motornya.

"Mau aku tungguin atau aku tinggal?" tanyanya. Aku semakin kaget dengan sikapnya hari ini. Kenapa hari ini dia baik banget sama aku?

"Enggak usah, nanti kamu boring lagi. Soalnya kan kamu cuman dengerin aku aja," jawabku singkat. Ia hanya tersenyum dan memakirkan motornya. Kami berjalan beriringan menuju tempat siaran.

"Ini yang namanya Q,?" tanya salah satu pegawai radio itu. Ake memperhatikan postur tubuhnya dan model bajunya sepertinya ini si pengarah acara yang dibilang oleh mbak Laila.

"Iya Mas, saya Q. Mas ini mas Eka bukan?" tanyaku meyakinkan.

"Yap, betul sekali. Jadi gini mbak Q, kami ada program tentang dunia sastra dan tulis menulis. Nah, menurut sumber yang bisa kami percaya mbak Q ini suka banget sama dunia sastra dan tulis menulis. Nah mbak Q siap kan untuk membagi kepada kami melalui siaran?" ungkap Eka panjang lebar. Aku mengangguk.

Setelah penjelasan dan arahan singkat dari mas Eka, akhirnya aku mulai siaran juga. Sementara Eza dengan manis duduk di kursi tamu sambil sesekali senyum kearahku. Karena ruang siaran bersebelahan dengan ruang tamu maka aku bisa melihatnya dengan jelas.

***

"Za, makan yok. Laperrr!"

"Mau makan apa?"

"Terserah deh, pokoknya makan. Laper banget tauu..."

"Yaudah, makan mie aja mau?"

"Oke...!"

Aku masih tersenyum-senyum sendiri. Hari ini entah kenapa perasaanku bahagia banget. Mungkin karena ada Eza di sampingku. Aku merasakan Eza hari ini aneh banget. Entah apa yang teradi dengannya sehingga ia berubah menjadi lebih hangat seperti ini.

"Q, nih cokelat buat kamu," ucapnya sambil menyodorkan sebatang cokelat hazelnut. Aku menerimanya dengan kaget. Cokelat hazelnut adalah cokelat kesukaanku. Darimana dia tau ini adalah cokelat kesukaanku.

"Makasih Za, hmmm... besok kamu pergi lagi ya nemenin Ayah?" tanyaku kalem sambil membuka bungkusan cokelat itu.

"Iya, seperti biasalah. 3 hari aku pergi sama ayahmu ke salatiga. Itu udah jadi tugasku kan? menemani ayahmu?"

"Hmmm... iya ya... 3 hari lama juga ya?" ujarku setengah berat.

"Ga lama lah, 3 hari cepet kok. Sabar yaa..." jawabnya pendek sambil mengusap ubun-ubun kepalaku.

"Yaudah pulang yuk," ajaknya. Aku menurut saja. Tiba-tiba saja ia menggandengku dengan cueknya. Aku kaget lagi. Sedikit canggung merasakan genggaman tangannya yang besar dan kekar.

"Eeh, Eza...." aku ga mampu lagi untuk berkata-kata. Eza tau maksudku dan hanya tersenyum.

Sepanjang perjalanan Eza terus menarikku ke pelukannya. Dan jemari kita pun saling bertaut. Ada gemuruh dalam dada yang ingin menolak semua perasaan ini namun ada sejumput kebahagian dari perasaan yang terbalaskan ini. Namun, aku bisa apa? jika ternyata..... Aahhh... sudahlah....

Tepat di depan pintu pagar ia menghentikan motornya. Aku turun dengan canggung. Perasaan ini semakin meliar namun tetap terpendam.

"Q, jaga diri baik-baik yaa..."

"Hmmm?" tanyaku tak mengerti. Sedetik kemudian ia mengecup ubun-ubunku. Pelan dan lembut. Setelah itu ia melepaskan genggaman jemariku dan tersenyum.

"Aku pulang yaa..." aku terpaku. Ia tersenyum dan pergi bersama motornya.

"Mbak Q,? ngapain kamu?" tiba-tiba panggilan dari Osa adik bungsuku mengagetkanku. Aku gelagapan dan segera masuk kerumah.

"Mbak? kamu pacaran ya sama supirnya ayah?" tanya adikku polos. Aku hanya menunduk tanpa memberinya sebuah jawaban. Gemuruh dalam hati benar-benar memaksaku untuk melupakan dia.

-tyz-

Selasa, 14 Februari 2012

NOA

Oh My Gosh...!!

Aku menstater mobil dengan terburu-buru pagi ini. Aku di kejar deadline kerjaan yang mulai menumpuk dan juga pagi ini tepat jam 9 pagi akan ada meeting dengan 'pembesar' untuk pembukaan cabang baru. Ya, menurut rumor aku akan di pindah di cabang baru di luar kota. Sebenernya ini agak berat karena yah, aku sudah bekerja disini hampir 1 tahun dan aku akan di pindah di kantor cabang yang baru. Artinya, aku harus menyesuaikan lagi.

Setelah bermacet ria akhirnya aku sampai di kantor tepat pukul 8.

"Pagi Pak," sapaku pada petugas keamanan kantor. Seperti biasa aku selalu menyapa siapa saja yang sudah hadir dikantor setiap pagi.

"Pagi Neng," jawabnya ramah. Aku melayangkan senyum sambil terus berjalan. Dibelakang aku mendengar ada yang sedang terkikik. Aku menoleh ke sumber suara, mereka langsung menutup mulut dan kembali bekerja. Aneh pikirku. Aku terus berjalan menuju cubicleku.

"Mbak Pila, ituuuu," tiba-tiba Exa memanggilku dari belakang sambil menunjuk. Aku kebingungan dengan arah yang ditunjuk oleh Exa.

"Mbak, resreting belakang belum di tutup." ujarnya pelan. Spontan tanganku meraba rok bagian belakang dan benar saja, aku lupa menutup resreting karena keburu-buru pagi tadi. Oh My God aku menunduk malu dan segera duduk di cubicleku.

"Morning Pila, jangan lupa nanti jam 9 ada rapat ya!" pak Boss lewat di depanku dan mengingatkan aku.

"Baik Pak,"

Jam 9 tepat meeting dimulai. Para 'pembesar' mulai bercuap-cuap tentang pembukaan kantor cabang baru. Aku dengan enggan mendengarkan mereka berdiskusi dan berdebat tentang pembukaan ini.

"Pila, mulai minggu depan siap di pindah kerja di Yogyakarta?" tanya pak Himawan. Salah satu 'pembesar' di perusahaanku.

"Jogja Pak? baik Pak," jawabku cepat. Aku sangat setuju jika memang aku dipindahkan ke Jogja. Karena dia saat ini juga sedang di pindah tugaskan di Jogja. Jadi otomatis itu akan mendekatkan kita.

Setelah berjam-jam meeting akhirnya selesai juga.

Morning Noa, happy valentine and i have a good news for you. Next week i will move on into your city. :)

Setelah aku mengirimkan pesan singkat kepadanya dan tak lupa aku mengucapkan happy valentine -mengingat hari ini adalah hari valentine dan aku tau dia selalu merayakannya bersama keluarga- aku mulai membereskan urusan yang belum selesai di kantor, agar ketika aku mulai pindah di kantor yang baru aku sudah tidak memiliki tanggungan lagi.

Morning too beautiful lady, thanks yaa... I'm glad to hear that. So, see you very soon in my city.

Aku tersenyum membaca balasan sms dari dia. Selalu seperti itu, membalas sms dengan singkat namun cukup membuat aku tersenyum. Aku meletakkan handphoneku dan mulai berselanjar di dunia maya. Seperti biasa, log-in berbagai situs jejaring dan melihat update-an dari temen-temen semua.

Astaga...!!

Aku terbelalak kaget melihat update dari Noa, beberapa menit yang lalu ia mengupload foto ini. Aku memandang foto-foto itu dengan tatapan nanar. Aku segera mengirimkan pesan singkat kepadanya.

Noa, Oh Ya Allah... benarkah ini? kenapa ga ngabarin aku??

Aku refresh lagi berkali-kali berharap bahwa foto itu adalah bohong. Namun, tetap saja foto itu yang nampak. Tanpa sadar air mataku meleleh dengan sendirinya. Sebuah album foto yang baru di upload 15 menit yang lalu yang berjudul 'my precious wedding' terpampang jelas di layar komputerku.

Noa, Oh Ya Allah, benarkah ini... benarkah diantara kita benar-benar sudah usai??

-tyz-

Senin, 13 Februari 2012

Ganti baju.!

Hello guys....
Sekian lama ini blog ga di urusin deh aku ngurusinnya cuman di blog yang lama di http://tyascaby.blogsome.com doank. Hihihiii.. maaf ya blogger :p

So, karena sebentar lagi ada project dari http://proyekmenulis.tumblr.com/ untuk menggunakan tumblr (dan aku belum terbiasa pake tumblr) jadi mulai update lagi deh. Jelas lah update sekalian 'ganti baju'. Yang kemaren udah basi, kalo basi di buang aja. Yang ini jadi 'sedikit' lebih hidup deh :D

Berharap blog ini bisa terus hidup dan menelurkan banyak karya-karya dari aku. Dan mohon doanya yaaa... semoga buku saya segera terbit. Amin ^^