Kamis, 26 Juli 2012

Pengecut.!

“Hai Q...” sapaku ramah pada laki-laki jangkung yang sedang berdiri di halte bis dan sibuk dengan BB-nya.

“Hoi... gimana kelas kamu? Asyik ga?” tanyanya tanpa lepas dari BB yang ada ditangannya.

Huh... pasti deh ga bisa lepas dari BB nya... pikirku dongkol.

“Asyik dari Hongkong..!! Temen kamu itu nyebelin banget tau...!!”

“Nyebelin gimana?” ujarnya kali ini ia berpaling dari BB nya dan menatap mataku. Cless... seperti ada embun yang mengalir di hatiku. Berdebar pula namun aku berusaha untuk biasa.

“Iya nyebelin pokoknya..!!” jawabku sambil berpaling. Ia duduk dengan rasa tertarik yang tinggi duduk di sebelahku dan menarikku.

“Nyebelin gimana sih Re? Emang Depe ngapain kamu?”

“Errrr.... enggak ngapa-ngapain sih. Tapi dia kalo ngajar overacting banget. Terutama matanya itu lhoo... dia suka banget maen mata sama aku. Sampai merinding aku...” ujarku kalem. Q tertawa melihat reaksiku yang mungkin agak sedikit berlebih.

“Kenapa tertawa?” tanyaku. Namun ia tetap tak bisa berhenti tertawa.

“Aaahhh sudahlah, cerita sama kamu itu sama aja kayak cerita sama tembok.!” Ujarku kesal sambil bangkit dari tempat duduk. Belum sampai kakiku melangkah Q memegang tanganku dan menahanku pergi.

“Iya yaa... jangan ngambek gitu donk Re. Hehehee... cuman lucu aja...” aku masih manyun.

“Kenapa sih aku ga masuk ke kelas kamu aja Q? Kelas kamu kayaknya lebih asik daripada temen kamu itu?”

“Jangan donk... kalo kamu masuk kelas aku bisa repot nanti...malah tambah kacau kalo ada kamu Re...” ujarnya sambil tertawa. Sementara itu aku masih belum bisa menenangkan hatiku yang terus berdegup kencang.

***

“Adik kau itu manis pisan...” ujar Depe kepadaku disela-sela makan siangku.

“Adikku yang mana?” tanyaku pura-pura tak mengerti.

“Adik kau yang masuk kelas aku itu...”

“Dia bukan adikku.!” Jawabku pendek.

“Ahh... siapapunlah itu¸ dia manis banget dimata aku. Tau ga kau?? Hatiku seperti sudah tercuri olehnya. Ahh... maling kecil adik kau itu...” ujarnya berapi-api.
Dia juga udah mencuri hatiku tolol. Hanya saja aku tak berani mengungkapkannya...

“Hei... kau kenapa bengong begitu? Makanlah... keburu makanan kau dingin itu...”

“Aahhh... berisik kau... pergilah sana.!” Pintaku yang sebenarnya ditujukan kepada galau di hatiku. Aihh... hatiku benar-benar terasa tertusuk timah panas. Bagaimana ini aku menenangkannya. Entahlah.

***

“Q, kamu sudah mantap dengan pilihan kamu?” tanya Bunda kepadaku sambil melihatku yang tengah asik sibuk dengan tumpukan pakaianku.

“Iya Bunda, ini udah menjadi pilihan Q. Bunda baik-baik disini yaa...” jawabku sambil memeluk Bunda.

“Iya, Bunda tahu ini pilihan kamu. Tapi bagaimana dengan Re? Apa kamu ga mau memberi tahunya?”

“Untuk apa Bunda? Disampingnya sekarang sudah ada Depe. Aku ga mau mengganggu kebahagiaannya...”

“Memangnya kamu yakin Re bahagia? Memangnya mereka sudah bersama?

“Depe cerita kalau ia sudah menyatakan perasaannya...”

“Lalu jawaban Re bagaimana?”

“Aku yakin, Re pasti menerimanya Bunda. Depe bisa membuatnya bahagia. Dibandingkan aku Bunda...”

“Akh... kamu terlalu banyak berfikir Q. Kapan pesawatmu akan terbang?”

“Besok sore Bunda, Bunda ga usah mengantarkan aku. Nanti bunda capek. Q berangkat sendiri saja ya...” ucapku tenang namun sebenarnya dihatiku benar-benar tertimbun kekecewaan yang besar. Iya, kecewa pada diriku sendiri karena kepengecutanku ini yang akhirnya membawaku pada sebuah kekalahan.

***

“Re....”

“Apa Ma?”

“Kamu ga main sama Q?” tanya ibuku santai.

“Enggak ma. Q sibuk banget katanya. Kenapa ma?”

“Enggak apa-apa. Aneh aja udah lama Q ga maen kesini?”

“Tau ma... sibuknya kebangetan dia ma.”

“Lalu laki-laki yang datang kemaren itu, pacar kamu Re?”

“Hah?? Yang mana ma?”

“Yang naek motor berisik banget itu lho... apa itu pacar kamu?” tanya mama penuh
selidik. Aku mencoba kembali mengingat-ingat.

“Ohh... Depe... bukan ma. Dia fans Re ma, tapi Re ga suka sama dia...”

“Oohh, kalo gitu Re suka sama siapa?” tanya mama sambil menkmati teh tariknya.

“Kenapa mama tiba-tiba tanya begitu?”

“Ya mama pengen tau aja. Umur kamu makin tua, tapi kamu ga ada pacar. Mama kan jadi kawatir...”

“Ikh... mama... ntar kalo udah waktunya juga aku punya kok...”

“Kalo sama Q gimana?”

“Ada apa sama Q ma?”

“Apa kamu suka sama Q?”

“Suka??”

“Iya...”

“Kenapa mama tanya seperti itu?”

“Karena mama ga pingin kamu menyesal...”

“Menyesal? Kenapa?”

“Karena Q sore ini berangkat ke Singapur untuk tes masternya disana. Entah kapan dia kembali ke Indonesia.”

“Apa????” teriakku terkejut.

“Q ke Singapur dan aku ga tau? Teman macam apa dia?” umpatku kesal dan menghembuskan nafas dengan kesal.

“Mama tau kamu sangat menyukai Q, selama ini kamu hanya bisa diam dan memperhatikan dia saja. Jadi susul saja dia kesana. Kemaren Bundanya Q telpon mama dan mengatakan semuanya. Q sangat mencintaimu namun karena ia terlalu pengecut ia memilih untuk pergi.”

“Enggak.... Re ga akan pergi. Q yang pengecut. Re ga akan mengalah untuk Q ma.” Ujarku mantap sambil pikiranku melayang entah kemana.
Maaf Q, aku menyukaimu namun aku tak bisa jika kamu meninggalkan aku seperti ini.

***