Jumat, 01 Januari 2016

Pijar Semalam

Ini seperti mimpi.

Terus kubasuh wajahku dengan air dingin tanpa henti.
"Aku bermimpi." Ujarku terus menerus layaknya mantra.
Aku bermimpi namun aku tak ingin terbangun lagi.

Ketika jemari ini saling bertaut, lalu beradu mata pada satu tatapan yang teduh
Aku menyadari, ini bukan mimpi. Semburat merah mewarnai pipi ini.
Tidak menghiraukan seberapa banyak aksara yang keluar,
hingga lupa bagaimana oksigen bermain dalam tubuh yang segar.

"Aku menginginkannya."

Lalu, kita terlena pada satu waktu.
Dimana kita percaya itu milik kita. Dan hanya tentang kita.
Lengah pada gerbang-gerbang yang menjadi pijakan kita.

Kita inginkan waktu berlalu begitu cepat. Karena gelora yang mulai pekat.
Beradu pada denting-denting sepertiga malam terakhir. Tanpa jeda. Tanpa lelah.

Lalu, waktu seolah-olah luluh pada aksara yang terus berkutat pada ketulusan.
Sementara ia tengah menyiapkan sebuah pesta tak terduga untuk kita.

Seperti pendar yang berpijar.
Kembang api yang turut memberikan keindahan.

Terbalik. Berbalik.

Mungkin, seperti itulah kamu.

Bukan.

Seperti itulah kita.

Melesat jauh ke awang-awang.
Berpendar.
Berpijar.
Namun sesaat.

Lalu, redup.
dan jatuh.

Pada sisa-sisa aroma kertas terbakar,
Pada awang-awang yang menerima keindahan,
Lalu, pada tanah yang menerima sisa...

Kita. Usai.

Lalu, kembali menjadi mimpi yang indah semalam.


-tyz-
010116
In My Room

Tidak ada komentar:

Posting Komentar